Powered By Blogger

Selasa, 26 Desember 2017

Tugas Pendidikan Pancasila membahas "Benarkah MK Melegalkan Zina dan LGBT?"

Acara yang disiarkan di Indonesia  Lawyers Club (ILC) di TvOne yang ditayangkan Selasa, 19 September 2017 secara live mulai pukul 19.30 dalam pembahasan mengenai “benarkah MK Melegalkan Zina dan LGBT?”. Dalam acara ini menghadirkan narasumber yang hadir antara lain Pemohon judicial review Prof Euis Sunarti, mantan Ketua MK Prof Mahfud MD, Pakar hukum Refly Harun, Wasekjen MUI Zaitun Rasmin dan Pendiri Gaya Nasional Dedy Oetomo.

Mahkamah konstitusi menolak gugatan uji materi terkait zina dan hubungan sesama jenis (LGBT) yang diatur dalam KUHP. MK menolak dengan pernyataan bahwa MK tidak berwenang untuk melakukan perluasan UU KUHP. Uji materi yang diajukan terkait dengan UU KUHP Pasal 284 yang mengenai hukuman yang berzinah hanya diberikan kepada seseorang yang sudah terikat pernikahan dan apabila pasangan yang dirugikan melakukan pengaduan, UU KUHP Pasal 285 mengenai pemerkosaan yang diadili hanya pemerkosaan laki-laki terhadap perempuan, dan UU KUHP Pasal 292 mengenai hukuman terhadap perbuatan cabul terhadap anak-anak hanya yang dibawah umur. MK menolak bukan karena setuju dengan LGBT tetapi alasannya adalah bahwa perundang-undangan tidak memberi wewenang mereka untuk memutuskan pidana atau undang-undang dan mereka hanya berwenang sebgai negative legislator untuk mencabut pasal-pasal yang dianggap bertentangan dengan konstitusi atau UUD’45.

Menteri Agama yang bernama Lukman H. Saifudin mengenai dalam hal agama menyatakan “Sebuah agama itu tidak menyetujui tindakan atau perilaku LGBT itu, tidak ada agama yang membenarkan. Jadi, itu sudah menjadi kesepakatan, iktifan dan tidak ada keraguan lagi. Dalam undang-undang perkawinan, sah nya perkawinan kalo dilakukan antara dua jenis kelamin yang berbeda menurut ajaran agama itu jadi tentu tidak ada norma hukum yang melegalisasikan tindakan itu, jadi tinggal cara kita yang gimana agar sebagian saudara-saudara kita yang melakukan tindakan dan perilaku terlepas apapun penyebabnya dia bisa kembali kepada ajaran agama”.

Adapun hasil diskusi yang dinyatakan oleh beberapa narasumber yang hadir pada ILC tanggal 19 Desember 2017

Euis Sunarti (Pemohon Yudicial Review), Ada data yang meningkat tentang penyimpangan seksual (zina, perkosaan, dan lgbt), betapa luar biasa sangat menyedihkan datanya. Suatu desa yang perzinahannya dilakukan 60-70% masyarakatnya disana, kemudian zina itu bukan lagi  dilakukan oleh orang jauh bahkan dengan ipar dengan mertua itu luar biasa datanya. Kemudian terkait dengan cabul sesama jenis, bahkan di daerah terpencil pun sudah ribuan by name by adreess (ada nama dan alamat) karena mereka melakukan konseling, bayangkan jika yang tidak ikut konseling itu luar biasa datanya. Di Kabupaten Bogor misalnya, dengan kami melakukan penelitian kita tahu betapa anak-anak usia 11-13 tahun telah belajar berhubungan seks sesama jenis dan ini menakutkan kita semua karena lingkungan ini sudah tidak aman buat kita, seberapa hebat pun kita melindungi keluarga kita apabila tidak ada sistem yang membangun ini lewat instrumen kebijakan dan hukum ternyata juga tidak kuat.
Dewi Inong Iriani (Dokter Spesialis Kulit Kelamin), Tahun 1993 di Kabupaten Madiun  kasus HIV/AIDS pertama di Madiun, dari lokalisasi tersebut jadi tempat perzinahan. Dewi Inong pun pernah menjadi dokter untuk LSM selama 3 tahun di Ancol Jakarta Utara yang terdapat sekitar 500-an penjajah seks komersial waria dan beberapa gay.
Menurutnya Perilaku seksual LGBT adalah resiko tertinggi tertular IMS & HIV/AIDS, dan penularan HIV tertinggi yaitu melalui dubur. Kemungkinan terbesar terkena HIV/AIDS pada perilaku seksual LGBT itu 60 kali lipat lebih gampang dibanding yang lain. 1 dari 4 LSL (Lelaki Seks dengan Lelaki) sudah terinfeksi HIV/AIDS.
Zaitun Rasmi (Wasekjen MUI), Tentu sangat disayangkan terhadap Inkonsistensi Mahkamah Konstitusi, bahwa Mahkamah Konstitusi mengatakan tidak punya hak untuk membuat norma atau penafsiran dll.
Padahal kalau dari sisi negatif atau konsekuensinya ini adalah lebih berat. Yang pertama, Tentu menurut pandangan kita yang mayoritas orang-orang beragama dan mengindahkan akhlak mulia yang kita warisi turun temurun. Yang kedua, dengan adanya hakim Mahkamah Konstitusi sebanyak 4 orang yg disenting opinion menunjukan inkonsistensi itu, kalau memang Mahkamah Konstitusi tidak berhak untuk membuat norma baru harusnya dari awal diskusi internal dengan 9 orang hakim ini, jangan dua tahun berlangsung seperti ini lalu kemudian “oh anda salah alamat” ini tentu kerugian bagi negara. Yang ketiga, kita berharap di negeri yang baru kembali lagi hidupkan tradisi demokrasi setelah reformasi, Mahkamah Konstitusi itu benar-benar diharapkan sebagai pengawal demokrasi yang terakhir dan diharapkan ada orang-orang yang negarawan, tapi ternyata bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi ini tidak memperhatikan aspirasi yang ada di masyarakat.

NAMUN, ada beberapa pendapat para narasumber yang tidak setuju zina dan kaum LGBT dipidanakan dan menganggap bahwa perilaku ini perilaku hal yang biasa dan tidak menyimpang. Oleh karena itu akan sangat berbahaya bagi penerus bangsa jika dibiarkan terus menurus. 
Beberapa narasumber tersebut diantaranya Cania Citta dan Dede Utomo. Cania Citta selaku Wartawati Geotimes menyatakan bahwa tuntutan yang diajukan ini tidak sesuai dengan kemerdekaan Indonesia karena masih mengekang kehidupan warga negaranya, bahwa negara terlalu campur tangan jika sampai mengurusi dengan siapa seseorang harus berhubungan seks. Sedangkan menurut Dede Utomo selaku Aktivis Gaya Nusantara menyatakan bahwa setuju dengan hubungan seks antara 2 orang siapa saja selama itu tidak mengganggu dan dilakukan suka sama suka dan tidak ada korbannya, nilai KUHP yang ada sekarang sudah benar. Saya tidak setuju homoseksual penyebab HIV/AIDS karena yang benar adalah seks anal dan vaginal merupakan penyebab dari penularan HIV/AIDS. Misalnya, pelaku homoseksual di pesantren-pesantren itu menggunakan di antara paha dan itu aman sekali dari HIV/AIDS. Pendapat seperti ini yang akan berimbas pada hancurnya pemikiran bangsa Indonesia kedepannya.

Prof. Mahfoed Md (Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), Pada acara tersebut, pendapat Mahfoed menarik perhatian. Menurutnya, ada isu yang beredar tahun 2015 yakni dana sebesar 180 juta dolar AS atau setara dengan 2,4 Triliun masuk ke Indonesia untuk melegalkan LGBT. Apabila dana tersebut bisa masuk ke DPR maka LGBT bisa diloloskan. Pembahasan soal UU KUHP yang berisi soal zina dan LGBT adalah perbuatan pidana yang kini masih tertahan di DPR. Pasalnya, sejumlah anggota DPR belum menyetujui zina dan LGBT termasuk tindak kriminal atau bukan.
Agama manapun tidak suka perzinahan dan itu kesadaran hukum kita. Oleh sebab itu zina sudah pantas untuk dikriminalisasi dalam arti dijadikan isi aturan hukum, kalau di dalam agama islam itu dikatakan “jangan mendekati zina karena zina itu perbuatan keji “
Dasar konstitusinal kita menyatakan bahwa LGBT harus dilarang karena bertentangan dengan konstitusi kita, tetapi yg melarang itu legislatif bukan Mahkamah Konstitusi jadi jangan paksa-paksa kesitu. Karena LGBT dan zina harus diberi hukuman lebih berat dari yang ada di KUHP.

Oleh sebab itu saya ingin menghimbau hentikan caci maki, tidak ada disini yang menyatakan LGBT dan zina dibolehkan tetapi itu memang kewenangan mutlak lembaga legislatif.

Kamis, 23 November 2017

Tugas Review Jurnal "Kenapa Seseorang Melakukan Manipulasi Laporan Keuangan? Studi Dengan Pendekatan Skenario Kasus Dilema Etika"

REVIEW JURNAL

Judul               : Kenapa Seseorang Melakukan Manipulasi Laporan Keuangan? Studi Dengan  Pendekatan Skenario Kasus Dilema Etika
Peneliti            : Hafiez Sofyani, Nadia Rahma
Jurnal              : Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam
Volume           : 5(1) halaman 31-46
Tahun              : 2017

Reviewer:
Ahmad Maulana Karim
Meilani Safitri
Monica Dwi Lestari
Siti Fauziah
Syifa Fauziah
Ulfa Khairunnisa



Pendahuluan

Pelaporan keuangan yang tidak jujur dapat menyebabkan masalah dan menjadi sensitif untuk dibahas di kalangan akuntansi. Kecurangan seperti praktik manipulasi dapat memicu kebangkrutan dan menyebabkan melemahnya perekonomian juga berdampak pada daya beli masyarakat yang melemah, sehingga akan menciptakan pergolakan sosial. Contoh kasus manipulasi tersebut seperti laporan keuangan Yunani (sektor publik). Adapun kasus Enron yang menyebabkan hampir bursa saham di seluruh dunia mengalami gejolak, hingga berujung pada anjolknya harga pasar saham. Pada tahun 2015 terungkapnya manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh Toshiba. Alasan kedua perusahaan besar tersebut melakukan kecurangan hampir yakni untuk mempertahankan citra perusahaan dengan nilai laba yang ditinggikan, agar investor tetap menaruh ketertarikan pada perusahaan.

Penelitian ini fokus untuk menentukan tindakan apa yang perlu dilakukan dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan oleh pembuat laporan keuangan, Secara teoritis, hasil penelitian ini memberikan penjelasan secara kongkrit atas alasan berperilaku seseorang dalam menghadapi dilema etika saat pelaporan keuangan untuk tujuan tax avoidance. hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi yang berguna bagi para legislator dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan praktik penyusunan laporan keuangan maupun praktik pendidikan bagi calon akuntan di masa mendatang hingga cara bagaimana memitigasi faktor pendorong praktik kecurangan.
  
Telaah Teoritis

Fraud adalah bentuk kecurangan hanya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya untuk keperluan pribadi maupun lembaga/organisasi. Dampak yang terjadi atas kecurangan fraud mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Di dalam pemerintah, kecurangan fraud dampaknya pada kebocoran keuangan Negara bukan hanya itu saja dampaknya bisa membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan rendahnya tingkat investasi di Negara.
Fraud Triangle (Segitiga Fraud)
Ada 3 hal yang mendorong terjadinya sebuah upaya fraud, yaitu pressure (dorongan), opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar berikut ini:
Pressure (Dorongan)
Pressure adalah dorongan seseorang untuk melakukan terjadinya fraud, contohnya gaya hidup mewah, hutang atau tagihan yang menumpuk, dll. Pada dasarnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan dikehidupan sehari-hari dan juga mendorong seseorang menjadi serakah.
Opportunity (Peluang)
Opportunity adalah peluang yang memungkinkan akan terjadinya fraud. Biasanya faktor utama kejadian ini karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan penyalahgunaan wewenang. Hal yang menonjol dala, opportunity adalah control yang tidak baik akan memberi peluang untuk terjadinya fraud.
Rationalization (Rasionalisasi)
Rasionalisasi adalah dimana sikap yang ditunjukan oleh pelaku untuk mencari pembenaran atas kesalahannya misalnya seperti.
1.     Perusahaan yang mempunyai laba yang besar sehingga membuat pelaku mengambil    sedikit dari keuntungan yang ada.
2.         Tindakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
3.         Pelaku merasa berhak atas pendapatan yang dia kerjakan
Menurut The Association of Cerified Fraud Examiners (ACFE), Fraud merupakan perbuatan yang melawan hukum dengan tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan yang salah) yang dilakukan oleh orang dari dalam atau dari luar untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.
Fraud tree menggambarkan:
1.      Penyimpangan Atas Aset (Asset Misappropriation)
Aset mempengaruhi penyalahgunaan atau pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang dapat mudah dideteksi dikarenakan sifatnya tangible yang dapat diukur.
2.      Pernyataan Palsu (Fraudulent Statement)
Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
3.      Korupsi (Corruption)
Fraud sejenis ini yang paling sulit dideteksi dikarenakan menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti hal nya suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisma). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).


Rumusan Masalah 
1. Apa Sajakah alasan yang mendasari seseorang untuk melakukan dan tidak melakukan manipulasi laporan keuangan ?

Metode Penelitian

Tujuan pengalaksanaan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengumpulkan  alasan mengapa seseorang sampai mau atau tidak mau melakukan kegiatan manipulasi pelaporan keuangan. Untuk pelaksanaan penelitian ini menggunakan model pendekatan skenario cerita kasus dari model penelitian eksperimen Liyanarachchi dan Chris Newdick (2009), Sofyani dan Pramita (2014), dan Madein dan Sholihin(2015). Penelitian ini hanya untuk mengetahui pembuktian, apakah melakukan mark up atau tidak.
Penelitian ini untuk mengetahui perilaku seseorang saat pelaporan keuangan dan alasan atas keputusan hakim yang mereka buat ketika melakukan pelaporan keuangan tersebut menghadapi dilema etika. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa program studi akuntansi di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta yang telah menempuh mata kuliah akuntansi keuangan dan perpajakan.
Mengenai prosedur skenario kasus dilema etika untuk meyakinkan apakah partisipan siap untuk mengikuti skenario kasus dilema etika dalam proses pelaporan keuangan peneliti melakukan cek manipulasi. Beberapa pertanyaan yang diajukan dalam pengecekan cek manipulasi sebagai berikut 1. Apakah anda memahami proses pelaporan keuangan pajak?. 2. Apakah anda memahami apa yang dimaksud dengan rekonsiliasi fisikal dan bagai mana cara melakukannya?. 3. Apakah anda memahami praktik penghindaran pajak (tax avoidance)?. Partisipan yang yang tidak memenuhi syarat tidak akan diikutkan dalam skenario kasus dilema etika pelaporan keuangan ini.
Untuk analisis penelitian ini menggunakan analisis tematik deduktif, yakni metode analitik kualitatif untuk mengidentifikasi, menganalisis dan melaporkan pola atau tema yang terdapat di dalam data (Braun dan Clarke, 2006).
Penelitian ini dilakukan di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta dengan menggunakan mahasiswa program studi Akuntansi semester enam sebagai subyek penelitian. Mahasiswa yang dipilih menjadi subyek penelitian harus memenuhi kriteria telah menempuh mata kuliah akuntansi keuangan dan perpajakan. Tujuan dibuatnya kriteria tersebut adalah agar mahasiswa memahami proses penyusunan laporan keuangan yang tujuannya untuk pembayaran kewajiban perpajakan oleh suatu perusahaan.

Pembahasan


Tabel 1. Alasan Tidak Melakukan Manipulasi Laporan Keuangan
Alasan
Jumlah
1%
Melanggar ajaran agama (termasuk dusta)   
31
36.90%
Mempertahankan kejujuran            
17
20.24%
Warga negara yang baik dan taat aturan        
13
15.48%
Mengharapkan kebaikan dari kejujuran       
10
11.90%
Takut diketahui dan mendapatkan sanksi hukuman  
8
9.52%
Profesionalisme seorang akuntan  
3
3.57%
Meski tidak diatur secara detail, tetap dinilai melanggar perundang-undangan
1
1.19%
Selisih laba akuntansi dan setelah rekonsiliasi sangat besar,  jadi dianggap sebagai tax evasion, bukan tax avoidance
1
1.19%
Laki-laki         
19
31.15%
Perempuan        
42
68.85%
Jumlah       
61
100.00%
Total Sampel           
84
Sumber : Diolah (2016)

Dari tabel 1 dapat disimak bahwa alasan paling dominan dari seseorang tidak mau melakukan manipulasi laporan keuangan adalah karena aktivitas tersebut dinilai melanggar ajaran agama, yakni berlaku dusta. Hal itu ditunjukkan dengan jawaban responden sebanyak 31 orang (36,90%),Temuan ini sangat menarik karena mengalahkan alasan takut diketahui dan mendapatkan sanksi hukuman yang mendapat respon 8 orang (9, 52%).Dari jawaban tersebut, secara tidak langsung para responden meyarankan agar pelaporan keuangan diperusahaan oleh akuntan sebaiknya tidak hanya memperhatikan aspek akuntabilitas kepada makhluk, dalam hal ini pemegang kepentingan duniawi (stake-holders), tetapi juga memandang perlunya akuntabilitas Ilahiah (kepada Allah Swt.) disertai dengan keyakinan adanya akuntabilitas dan responsibilitas ukhrawi (Mulawarman, 2009; Triyuwono, 2012; Abdurahim, 2016). Berikut salah satu kutipan jawaban partisipan:
“Sebagai seorang akuntan, seharusnya tokoh yang ada di kasus memikirkan bahwa tindakan yang dilakukannya terkait tax avoidance akan dipertanyakan oleh Allah di hari akhir, meskipun mungkin tidak akan diketahui oleh negara. Perbuatan memanipulasi walau bagaimanapun adalah perbuatan dusta karena tidak menyajikan laporan keuangan apa adanya”

Alasan dari jawaban responden yang mengaitkan manipulasi laporan keuangan dengan penalaran keagamaannya ini sejalan dengan pandangan beberapa peneliti yang menilai bahwa aspek religius dalam diri seseorang akan mampu menjadi penggiring seseorang dalam berperilaku dalam dunia bisnis, khususnya dalam proses penyusunan laporan keuangan (lihat: Sofyani dan Pramita, 2014; Juanda dan Sofyani, 2016; Mayhew dan Murphy, 2009; Fishbein dan Ajzen 1974, 1975; Ajzen dan Fishbein 2005; Mazereeuw et al, 2014). Dalam penjelasan teori perilaku yang direncanakan, Ajzen dan Fishbein (2005) menjelaskan bahwa sikap dalam berperilaku memiliki hubungan dengan keyakinan keberperilakuan (behavioral beliefs) yang dipengaruhi oleh komitmen religius yang diyakini atau dianut oleh seseorang.

Dalam pandangan Islam, seorang muslim harus masuk ke dalam Islam (agama yang dianutnya) secara kaffah (menyeluruh) -tidak parsial- mencakup aspek keyakinan (akidah), hukum dan ibadah (syariah) dan akhlak (perilakutermasuk etika di dalamnya) (Abdurahim, 2016). Ke kaffah-an seseorang yang mencakup akhlak dijelaskan dalam salah satu ayat Alqur’an (QSAlmu’minun [23], ayat: 8), bahwa dijelaskan bahwa seorang Mu’min (orang yang kuat dan teguh keimanannya) adalah orang yang senantiasa menjaga amanah.
Yang Artinya:
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.

Dari ayat di atas, jika dikaitkan dalam konteks dunia akuntansi, akuntan (pajak) adalah seseorang yang diamanahi untuk menghitung dan melaporkan keuangan suatu entitas, dimana hasil perhitungan dan pelaporannya ini akan digunakan oleh banyak orang dalam pengambilan
keputusan yang bersifat ekonomi. Dengan demikian, jika seorang akuntan melakukan hal yang bertentangan dengan etika (akhlak), maka isu mengenai bagaimana pola pendidikan karakter yang tepat bagi para akuntan, menjadi isu penelitian yang masih harus terus digali. Jika merujuk pada perkembangan dunia akuntansi dewasa ini, dalam konteks pendidikan akuntan, masih terfokus pada pendidikan komptensi profesional, khususnya pengetahuan. Sementara,aspek karakteristik individu berbudi luhur dari para akuntan masih minim mendapat perhatian (Juanda dan Sofyani, 2016). Bahkan, keberadaan pendidikan etika di kurikulum pendidikan akuntansi dipandang hanya sebatas mata kuliah pelengkap. Setiawan (2016) menemukan Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) masih banyak tidak memuat nilai-nilai pancasila yang sarat dengan budi luhur. Itu artinya, dalam ranah regulasi kode etik akuntan Indonesia saja, aspek karakter individu akuntan yang berkaitan dengan nilai-nilai nusantara masih mendapat perhatian yang minim. Berikut salah satu kutipan jawaban partisipan :
“.... sebaiknya tokoh (di dalam skenario kasus) mempertahankan kejujurannya... selain itu, tokoh itu juga harus yakin bahwa kejujuran akan mendatangkan kebaikan. Bisa jadi di amsa mendatang dia akan mendapatkan sesuatu yang lebih bernilai buah dari kejujurannya.”

Berikutnya, temuan yang sangat menarik lainnya adalah alasan takut diketahui dan mendapatkan sanksi hukuman hanya dijawab oleh 8 orang (9,52%) dan tidak menjadi alasan paling mayoritas. Ini atinya, alasan seseorang mempertahankan integritasnya dalam menyusun laporan keuangan tidak didominasi oleh ketakutan akan hukuman atau ancaman, tetapi masih dominan dari aspek religiusitas dan kesadaran. Hasil ini menunjukkan bahwa orang Indonesia (yang diwakili oleh sampel ini dengan segala keterbatsannya) masih memprioritaskan aspek kesadaran moral yang berdasar pada ajaran agama dan nilai-nilai luhur nusantara. Berikut salah satu kutipan jawaban partisipan:
“sebaiknya tokoh menghindari malkukan manipulasi laporan keuangan. Hal itu dikhawatirkan akan diketahui oleh negara dan yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi hukuman denda bahkan penjara. Selain itu, orang lain akan menilai tokoh menjadi orang yang tidak jujur. Sehingga, dia akan mengalami kesusahan di amsa mendatang.”


Tabel 2. Alasan melakukan manipulasi laporan keuangan
Alasan
Jumlah
%³
Dianggap sebagai sesuatu yang dapat diterima karena tidak melanggar undang-undang  
18
64,29%
Mengharap mendapatkan bonus /insentif  
5
17.86%
Risiko dipecat  
2
7.14%
Diperlukan untuk meningkatkan laba   
1
3.57%
Karena perusahaan melakukan CSR sehingga boleh mengurangi pajak
1
3.57%
Boleh kalau nilainya tidak dianggap besar   
1
3.57%
Jumlah  
28
100.00%
Laki-laki   
13
56.52%
Perempuan   
10
43.48%
Jumlah   
23
100.00%
Total Sampel  
84

Sumber : Diolah (2016)

Jadi yang bersedia melakukan manipulasi laporan keuangan dengan tujuan tax avoidance alasan utamanya yaitu karena hal tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga hal tersebut sah dan boleh dilakukan. Responden yang menjawab demikian sebanyak 18 orang (64,29%). Pandangan ini serupa dengan konsep fraud triangle, yang menyatakan bahwa ketika ada celah seseorang akan terdorong untuk melakukan tindak kecurangan.
Kemudian, partisipan yang beralasan bahwa manipulasi dengan tujuan tax avoidance sah dilakukan demi mendapatkan bonus dari perusahaan. Responden yang menjawab sebanyak 5 orang (17,86%). Hal ini menjelaskan bahwa terdapat keingininan yang kuat pada diri seseorang untuk memenuhi keinginannya dengan memanfaatkan segala situasi.
Adapula yang beralasan bahwa manipulasi laporan keuangan dengan tujuan tax avoidance disarankan dan diharapkan dapat meningkatkan laba perusahaan. Serupa dengan alasan yang menyatakan bahwa perusahaan melakukan aktivitas social sehingga boleh mengurangi pajak. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa aktivitas social merupakan beban yang dapat mengurangi laba perusahaan.

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian yang dilakukan kepada mahasiswa akuntansi keuangan dan perpajakan diperguruan tinggi jogjakarta yaitu rata rata dari mereka tidak mau melakukan manipulasi laporan keuangan dengan alasan melanggar ajaran agama. Dan yang ingin melakukan manipulasi laporan keuangan dengan tujuan tax avoidance kerena mereka menganggap belum adanya peraturan perundabg undangan. Maka, sangat penting bagi akuntan menjungjung tinggi pendidikan karakter seperti moral agat tidak ada kecurangan. Dan melakukan pencatatan standar dalam peraturan akuntansi perpajakan guna memitigasi praktik rekonsiliasi fiscal laporan keuangan yang mengarah pada manipulasi tersebut.
keterbatasan penelitian ini yaitu, hanya dilakukan di satu perguruan tinggi saja sehingga hasil penelitian sangat lemah dan tidak dilakukan kepada akuntan secara langsung agar peneliti mendapatkan hasil penelitian yang akurat